Jumat, 26 Desember 2014

Haruskah Takut Pada Nyeri Pasca Operasi?

Calon pasien yang akan melakukan operasi, sedikit banyaknya pasti akan merasa takut. Salah satunya takut pada nyeri pasca operasi. Walaupun penanganan nyeri pasca operasi sudah maju, beberapa orang masih saja ada yang merasakan nyeri berkepanjangan selama perawatan. Salah satu survey dari 500 keluarga di USA, 57% diantara mereka yang pernah dilakukan operasi pembedahan mengatakan nyeri setelah pembedahan sebagai pengalaman yang menakutkan sebelum dilakukan operasi pembedahan.

Ketakutan nyeri pasca operasi sudah dapat dipastikan, karena dari survey yang sama juga melaporkan bahwa sebanyak 77% dewasa dilaporkan mengeluh nyeri setelah pembedahan, dimana diantaranya sebanyak 80% dilaporkan nyeri sedang (moderate) sampai yang berat (severe).Nyeri sendiri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan tersebut. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis).

Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat nyeri dapat disebutkan sebagai berikut: Tempat pembedahan, yang ternyeri adalah pembedahan torakotomi (daerah dada). Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri. Umur, ambang rasa nyeri pada orang tua lebih tinggi. Kepribadian, pasien neurotic lebih merasakan nyeri bila dibandingkan dengan pasien berkepribadian normal. Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan ditempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat pembedahan sebelumnya. Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembedahan tumor jinak walaupun luas yang diangkat sama besar.

Terdapat berbagai klasifikasi nyeri, di masyarakat kita sering mendengar klasifikasi nyeri berdasarkan derajatnya. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari-hari dan menghilang bila tidur. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang bila penderita tidur. Nyeri berat adalah nyeri terus sepanjang hari, penderita tidak dapat tidur dan sering terjaga akibat nyeri.Mekanisme timbulnya nyeri dimulai terjadi kerusakan jaringan--ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik-- nyeri yang berkumpul sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan nyeri adalah suatu proses elektrofisiologis yang disebut nasisepsi. Ada 4 proses yang mengikuti suatu proses nyeri yaitu: Tranduksi, adalah perubahan rangsang nyeri menjadi aktifitas listrik pada ujung-ujung saraf sensoris. Reseptor nyeri merupakan anyaman ujung-ujung bebas serat-serat afferent A delta dan C. eseptor-reseptor ini banyak dijumpai dijaringan kulit, periosteum, di dalam pulpa gigi dan jaringan tubuh yang lain. Transmisi, adalah proses perambatan impuls nyeri melalui serabut A-delta dan C diteruskan ke sentral, yaitu ke medulla spinalis, ke sel neuron di kornua dorsalis.Modulasi, merupakan interaksi antara sistem analgesik endogen (endorfin, NA, 5HT) dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Didaerah ini akan terjadi interaksi antara impuls yang masuk dengan sistem penghambatan, baik sistem penghambatan endogen maupun eksogen. Bila impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita akan merasakan sensibel nyeri dan juga sebaliknya. Persepsi, impuls yang diteruskan ke otak (kortex sensorik) akan mengalami proses yang sangat kompleks, termasuk proses interpretasi dan persepsi yang akhirnya menghasilkan sensibel nyeri.

Mekanisme Timbulnya Nyeri

Ada dua teknik standar untuk pelayanan nyeri akut, yakni PCA (Patient Controled Analgesia) dan epidural opiat. Ada juga menggunakan multimodal dan epidural opiat. Dengan cara yang terakhir ini telah diperoleh hasil yang memuaskan. Seperti halnya dengan terapi nyeri untuk penderita kanker yang dikembangkan oleh WHO, penanganan nyeri pascabedah dapat juga digambarkan seperti tangga berjenjang (stepwise structure). Tahap 1, mencakup analgetik nonopiat (NSAID atau COX2 specific inhibitors). Tahap 2, mencakup tahap 1 ditambah pemberian opiat secara intermiten, sedangkan tahap 3 meliputi tahap 1 dan 2 ditambah blokade saraf perifer dan blokade pleksus atau opiat yang sustain.

Penggunan obat-obatan nonopioid terbatas pada penggunaan untuk nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan analgetik narkotika efektif untuk nyeri berat. Terkadang, untuk mencapai efek yang adekuat diperlukan penggunaan dalam dosis besar. Namun penggunaan dosis yang besar diikuti oleh efek samping yang besar pula. Untuk menghindari hal tersebut, dapat digunakan metode polifarmasi atau analgesia balans yang menggunakan lebih dari satu jenis obat yang titik tangkapnya berbeda, sehingga dapat dicapai efek yang adekuat dan efek samping yang minimal dari masing-masing obat karena penggunaan dosis yang lebih kecil. Teknik ini banyak digunakan terhadap operasi-operasi mulai dari tungkai bawah, perut atas dan bawah, sampai operasi daerah dada. Pemasangan kateter epidural dilakukan sebelum operasi dimulai. Dengan demikian, epidural ini berfungsi selain sebagai analgesia untuk pembedahan, juga dapat dilanjutkan analgesia pascabedah.

Untuk analgesia pascabedah, biasanya digunakan kombinasi antara petidin 50 mg dengan Marcain 0,125% dalam volume 50 cc yang diberikan sebanyak 2 cc/jam secara kontinyu dengan menggunakan syringe pump. Pemberian obat ini dapat dipertahankan selama 2 hari atau lebih tergantung dari jenis operasinya. Pada umumnya di hari ketiga, penderita sudah bisa menerima intake oral, sehingga dapat diberi analgesik oral seperti paracetamol atau asam mefenamat secara tersendiri atau dapat dikombinasikan dengan kodein atau morfin tablet yang sudah tersedia saat ini. Dengan teknik ini, hampir 100% penderita memperoleh analgesik pascabedah yang optimal.

Pengelolaan nyeri pasca operasi yang efektif merupakan hal yang amat penting pada penderita yang menjalani pembedahan. Pengelolaan nyeri pasca bedah yang tidak adekuat bukan saja akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas, namun dipandang sebagai sesuatu yang tidak manusiawi. Pemahaman tentang patofisiologi nyeri pascabedah sangat penting guna melakukan pengelolaan atau pengobatan yang rasional. Pengelolaan dengan cara multimodal analgesia (balanced analgesida), yaitu pengobatan dengan mengkombinasikan dua macam obat atau lebih, yang mekanisme kerjanya berbeda, akan menghasilkan analgesia yang optimal dengan efek samping yang minimal.


  1. * dr. Adi Chandra

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)