Minggu, 21 Desember 2014

Mengenal Ketulian pada Usia Lanjut

Pernah pada suatu ketika, datang seorang wanita muda membawa ibunya yang telah lanjut usia, ke ruang praktik Poli THT. “Dokter, ibu saya ini makin hari semakin merasa tidak dengar dan gampang marah. Padahal, kami anak dan cucunya bicara lembut. Eeh.., oma malah ngecuekin kita. Sebaliknya, saat kami bicara agak keras, oma malah marah! Disangkanya kami membentak,” keluhnya.

Masih seperti kata wanita muda tadi, ketika rumah sedang ramai atau pada saat arisan keluarga, si oma pun kerap marah-marah sendiri. “Oma merasa dicuekin. Bahkan, jadi sensitif dan merasa diomongin,” tambahnya. Nah, kalau pernah atau sedang mengalami hal seperti di atas, maka pembaca tidak sendirian. Problem tersebut merupakan fenomena lumrah yang sering dialami keluarga dengan orang lanjut usia –(dr. Kristiawan AR, Sp.THTKL –red)-- lebih suka menyebutnya sebagai usia indah, ketimbang lansia. Sadar atau tidak, seringkali timbul masalah di tengah keluarga dengan anggota usia lanjut yang mudah tersinggung dan cepat marah. Bahkan, terjadi kesalahpahaman dalam pembicaraan, akibat gangguan kesehatan pendengaran. Menurut dr. Kristiawan AR, Sp.THT-KL, masalah gangguan pendengaran pada lansia disebut
presbycusis (presbikusis).

Sampai saat ini, penyebab presbikusis belum diketahui dengan pasti. “Selain faktor genetik, diduga akibat adanya perubahan secara fisiologis di dalam organ telinga. Mulai dari gendang telinga sampai ke syaraf pendengaran yang menua,” papar dokter spesialis THT, yang berpraktik di RSMK Cikarang ini. Proses ini sebenarnya berlangsung sepanjang waktu. “Karena organ telinga sering terpapar kebisingan, adanya riwayat infeksi dan trauma di seputar organ telinga yang berlangsung lama, hingga penggunaan obat yang bersifat ototoxic,” tambahnya.

Ya, penurunan kemampuan pendengaran merupakan kondisi yang paling umum terjadi pada manusia lanjut usia (lansia). “Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, tetapi juga pada fungsi dan kehidupan sehari-hari,” timpal dr. Gunawan Sp.THT.

Gejala Klinis
Secara alamiah, tambah dokter spesialis THT yang berpraktik di RSMK Bekasi Timur ini, organ- organ pendengaran akan mengalami proses degenerasi. “Perubahan-perubahan itulah yang kemudian memberikan implikasi terhadap kemampuan mendengar para lansia,” paparnya. Jenis ketulian yang umum terjadi pada lansia adalah tuli sensorineural (perseptif), yaitu penurunan kemampuan mendengar yang diakibatkan gangguan pada koklea (telinga dalam). Fenomena ini dikenal dengan sebutan presbikusis. Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada telinga kiri dan kanan. Keluhan utama presbikusis biasanya berupa penurunan kemampuan mendengar secara perlahan dan progresif, namun simetris pada kedua telinga. Hanya saja, kapan mulai berkurangnya kemampuan mendengar tidak diketahui secara pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Penderita dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya. Terutama jika diucapkan dengan cepat dan dengan latar belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan, akan muncul rasa nyeri di telinga. Hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf.

Hanya memang, sambut dr. Kristiawan, anggota keluarga yang peka tentu mampu menangkap masalah gangguan pendengaran yang terjadi melalui tampilan fisik dan kebiasaan para pemilik usia indah. Mulai dari cara mereka ketika berusaha melihat bibir lawan bicara, memperlebar daun telinga dengan tangan,hingga meminta pengulangan kalimat kepada lawan bicara, serta sering terkesan bingung dan linglung. Kebiasaan penderita presbikusis juga terlihat pada seringnya ia berbicara keras. Menonton teve atau mendengar radio dengan volume keras, dan cenderung menghindari acara pertemuan/keramaian. Karena itulah, diperlukan kepekaan keluarga dalam mengenali ciri-ciri dari gejala presbikusis (lihat box: Ciri-ciri/Gejala Presbikusis). Dengan begitu, deteksi dini terhadap gangguan presbikusis dapat segera diantisipasi dengan melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis THT.

Tatalaksana Penanganan
Di Rumah Sakit Mitra Keluarga (RSMK) Grup, diagnosa presbikusis diawali dengan melakukan screening. Pemeriksaan menyeluruh melalui serangkaian test pendengaran, mulai dari metode yang paling sederhana sampai dengan menggunakan alat canggih.
Sebut saja pemeriksaan audiometric yang merupakan alat standar dalam mendeteksi gangguan ini. Terkadang dilakukan juga pemeriksaan tambahan seperti timpanometri, test dengan alat ototskopik, pemeriksaan laboratorium, hingga CT scan bila dianggap perlu.

Sama halnya dengan deteksi dini pada presbikusis, penanganannya pun perlu dukungan kerjasama yang baik antara pasien, keluarga, dan dokter THT.

Penanganan pada pasien dan keluarga meliputi aspek penderitanya, berupa mengajarkan melihat bibir lawan bicara saat berkomunikasi, menyiapkan alat tulis, dan menjelaskan faktor-faktor yang memperberat kepada usia indah seperti kurang istirahat, penghindaran paparan suara bising dan lainnya.

Rehabilitasi
Dokter THT juga akan mengajarkan kepada keluarga cara berbicara dengan penderita presbikusis. Diantaranya, berbicara di tempat yang tenang dan berhadap-hadapan, agar penderita dapat melihat bibir pembicara. Berbicara dengan intonasi pelan dan dengan bahasa yang sederhana, serta tidak segan mengulangi kalimat yang dianggap penting.
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Adakalanya pemasangan alat bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading) dan latihan mendengar (audiotory training). “Prosedur pelatihan ini dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist),” urai dr. Gunawan.

Yang pasti, sambung dr. Kristiawan, walau presbikusis dapat menimpa semua manusia di usia indah, namun pencegahan agar tidak terlalu cepat diderita juga sangat penting. Menghindari kebisingan adalah cara termudah yang dapat dilakukan. Berpola hidup sehat, menghindari rokok dan alkohol, menghindari infeksi di organ telinga, penghindaran obat yang bersifat ototoxic, serta melakukan olahraga teratur, diyakini akan memperlambat datangnya presbikusis,” tutup dr. Kristiawan.

sumber : Majalah RS Mitra Keluarga

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)