Rabu, 14 Januari 2015

Perlunya penanganan yang berbeda bagi anak yang kesulitan belajar

Anak-anak yang tumbuh dengan kesulitan belajar tidak selalu memiliki tingkat kecerdasan rendah. Dibutuhkan cara pembelajaran berbeda (learning difference) sesuai perbedaan fungsi otak dan kekurangan pada anak.

Kesulitan dalam mengajarkan sesuatu kepada anak memang sering membuat jengkel. Selain dituntut kesabaran, orangtua harus memiliki pemahaman bahwa anak dengan kesulitan belajar (learning disability) tidak selalu memiliki tingkat kecerdasan rendah. Namun, bisa saja memiliki kekurangan kekurangan lain yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Andi yang melalui hasil test intelligence quotient (IQ), memperoleh nilai di atas ratarata, bahkan superior, misalnya. Lebih dari itu, untuk meningkatkan kemampuannya, Andi memperoleh bimbingan belajar melalui les privat secara rutin. Tapi, entah kenapa nilai akademiknya di sekolah malah melorot dari waktu ke waktu.

Menurut spesialis kedokteran fisik & rehabilitasi medik, dr. Octavina Alsim, SpKFR, yang menanganinya, Andi memang memiliki tingkat kecerdasan cukup tinggi, namun ia juga memiliki keterbatasan pada kemampuan daya ingat. Bayangkan, hasil tes saat itu pada pemahaman dan penggunaan bahasa lisan dan tulisan atau tidak. Karena, anak yang tumbuh dengan kesulitan belajar, biasanya memiliki riwayat perkembangan bahasa dan bicara yang lebih lambat dibanding anak seusianya. Gangguan tersebut, juga terlihat pada kemampuan anak dalam proses mendengar, berpikir, membaca, menulis, mengeja, menghitung, atau masalah gangguan persepsi visual.

Kekurangan ini dapat dikenali pada anak yang bermasalah ketika mempelajari abjad. Biasanya, cenderung terbalik dalam mengenali huruf tertentu seperti huruf b dengan d, atau p dengan q, dan seterusnya. Hal inilah yang mengakibatkan konsep membaca, mengeja dan dikte pada anak jauh lebih lambat dibanding anak seusianya. Sementara, masih banyak kekurangan lain yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar yang dialami. Jadi, tidak selalu berhubungan dengan IQ. Tetapi bisa merupakan efek dari masalah persepsi visual.

“Di RSMK Kelapa Gading, kami banyak menangani pasien pra-TK dengan kesulitan belajar dan memiliki nilai akademis sangat rendah. Padahal, diantara mereka banyak yang memiliki IQ di atas rata-rata,” paparnya. Fenomena di atas, tambahnya, sekaligus mematahkan anggapan yang menyebutkan bahwa keberhasilan anak akan sangat tergantung pada IQ. “Masih ada emotional intellegence (EQ) yang perlu diperhatikan. Bahkan, untuk mencapai keberhasilan atau prestasi pada anak, hanya dibutuhkan IQ sebesar 1 persen. Sisanya, yang 99 persen adalah kegigihan dan kemampuan maksimal, ‘yang sangat dipengaruhi kualitas EQ’ dalam berusaha,” tandasnya.

dr. Octavina Alsim, SpKFR

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)