Jumat, 02 Januari 2015

Membentuk Perilaku Makan Sehat si Kecil sejak di Rumah

Sebelum si kecil mengenal kebiasaan jajan, arahkan dengan membentuk perilaku makan sehat dari lingkup keluarga. Memperkenalkan makanan sehat kepada si kecil bisa dimulai saat bayi baru lahir. Hingga bayi berusia enam bulan, diberikan ASI (air susu ibu) saja. Mulai usia enam bulan hingga dua tahun, makanan sehatnya adalah ASI plus makanan pendamping ASI (MPASI). Setelah usia dua tahun, makanan sehatnya berupa makanan keluarga.

Praktisi gizi klinik dan olahraga Rita Ramayulis D.C.N., M.Kes. menuturkan, untuk pola makan sehat, jenis, jumlah, dan jadwal pemberian makanan harus tepat dan seimbang. Tepat berarti pemberian makanan sesuai dengan umur dan seimbang berarti mengandung semua zat gizi menurut umur.

Jenis sehat berarti minimal setiap kali makan utama terdiri atas karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Sementara makanan selingan terdiri atas sumber karbohidrat kompleks atau protein, dapat juga dilengkapi dengan sayur dan buah.

”Jumlah sehat adalah berapa besar porsi yang diberikan. Itu tentu disesuaikan dengan kebutuhan energi dan zat gizi anak sesuai umur,” tuturnya seperti dilansir Jawa Pos (grup Radar Lampung), Jumat (19/12).

Makanan utama diberikan tiga kali sehari dan makan selingan dua–tiga kali sehari di antara waktu makan pagi dan siang serta siang dan sore. Jika diperlukan, dapat diberikan makanan selingan malam.

Kalau begitu, pilihan snack untuk si kecil seperti apa? Makanan selingan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi yang tidak dapat terpenuhi saat mengonsumsi makanan utama.

Pilih snack yang terbuat dari bahan utama sumber karbohidrat kompleks. Misalnya tepung-tepungan, terutama tepung beras. Bisa juga bahan jagung, beras ketan, singkong, ubi, mi, maupun bihun. ”Sumber protein seperti kacang-kacangan atau protein hewani juga bisa ditambahkan. Akan lebih baik lagi jika diselipkan unsur sayur atau buah dalam pengolahannya,” urai Rita, yang juga konsultan gizi.

Perkenalan anak dengan beragam varian buah dan sayur bersamaan dengan dimulainya MPASI. ”Buah baik karena walaupun dikonsumsi dalam jumlah banyak tidak mempunyai efek samping, justru bisa meningkatkan kesehatan anak,” lanjutnya.

Tak jarang, meski di rumah bunda berusaha menyediakan makanan sehat, si kecil tergoda untuk jajan. Rita mengungkapkan, tidak semua snack atau makanan ringan jelek. Tapi, memang kebanyakan snack hanya mengandung sedikit karbohidrat kompleks, tinggi gula, dan tinggi kandungan bahan tambahan pangan (BTP) seperti penguat rasa.

”Makanan seperti itu tidak memberikan kontribusi zat gizi, malah bisa menurunkan nafsu makan anak,” papar Rita.

Kalaupun suatu saat anak harus mengonsumsi makanan tidak sehat di luar rumah, misalnya ketika jajan di sekolah atau di luar pantauan orang tua, seimbangkan asupan nutrisi mereka saat berada di rumah. (jpnn/c1/dna)

Anak Boleh Memilih dan Ikut Berperan

Bagaimana membentuk kebiasaan makan sehat buat si kecil? Psikolog Bianda Nadia Annisa, S.Psi., M.Psi. mengungkapkan, poinnya adalah konsisten dan penguatan (reinforcement). ’’Ketika sudah punya rules, sebaiknya tidak on/off dalam penerapan supaya perilaku yang diharapkan juga konsisten terbentuk,” ujarnya.

Untuk penguatan, ciptakan situasi makan yang selalu menyenangkan. Dengan begitu, tiap anggota keluarga merasa waktu makan adalah waktu yang teramat sayang dilewatkan. Bianda mencontohkan, penguatan bisa dilakukan dengan memberikan apresiasi atau pujian.

Psikolog yang juga ibu seorang putra, Einar (3) itu mempraktikkan pemberian stiker setiap si kecil melakukan sesuatu hal yang diharapkan.

’’Misalnya, setiap habis makan, Ei mendapatkan stiker happy eater. Ketika sudah terkumpul stiker dalam jumlah tertentu, dia boleh memilih reward berupa educational tools, seperti puzzle atau buku yang disuka,’’ jelas psikolog di klinik Anakku CMC Surabaya itu.

Dia menceritakan pengalamannya sejak memberikan MPASI kepada si kecil. Dia mengenalkan varian makanan bergizi dengan rasa aslinya, tanpa garam dan gula sebelum Ei berusia 1,5 tahun, dan bebas bahan tambahan pangan.

’’Ketika melihat teman sebaya makan snack dan dia tergoda mencicipi, mencoba sedikit saja sudah tidak mau. Jika rasanya terlalu kuat, dia menolak dengan sendirinya,’’ papar Bianda.

Pengalaman serupa dilontarkan Violin Sonata Christy. Ibu seorang putri, Samantha (17 bulan), itu juga sering memasak sendiri makanan untuk sang putri. Dia lebih suka menambahkan keju dalam menu si kecil daripada garam.

Contoh menu makanan yang dia berikan, pagi: sup krim jagung ayam dan brokoli, siang: nasi dengan sayur bayam dan jagung, dan menu malam sama dengan siang ditambah telur. ’’Camilannya biskuit dan buah. Sam paling suka pisang, mangga, dan stroberi,’’ cerita Violin.

Di rumah, Violin tidak menyimpan snack. Meski terkadang keponakan yang usianya lebih besar mulai suka jajan, Sam hanya mencoba sedikit. Dia tetap lebih tertarik melihat buah pisang. ’’Atau, saya alihkan ke roti dan susu,’’ katanya.

Bianda mengungkapkan, sesekali anak boleh diberi toleransi. Misalnya, ketika makan di luar rumah, kemudian ingin jajan. Berikan pilihan yang dalam ’’kamus’’ ortu masih bisa ditoleransi.

’’Misalnya, pilih biskuit atau sereal? Dengan memilih, anak merasa juga punya peran dan diberi kesempatan untuk mengekspresikan keinginannya,’’ paparnya.

Cara lain, libatkan anak agar ikut berperan. Misalnya, tanyakan ingin menu apa untuk makan malam hari ini. Ajak dia ke pasar atau supermarket untuk membeli bahan-bahannya. ”Libatkan anak untuk membantu hingga jadi menu yang dia inginkan. Curiosity yang difasilitasi akan mengantarnya pada happy eating healthy food moment,’’ urai Bianda.

(jpnn/c1/dna)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)