Pada awalnya, bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Karena itulah, ketersediaan waktu, ruang dan beragam perangkat permainan sangat dibutuhkan anak sebagai area positif untuk mendukung proses tumbuh kembang yang maksimal. Semua fasilitas itu akan memberikan kesempatan untuk mengenal dan mempelajari pola risiko melalui semua uji coba yang dilakukannya. Mulai dari peluang bereksperimen, menyelidiki, mencoba, hingga menemukan
berbagai hal baru merupakan wahana sekaligus guru yang terbaik. Menurut Profesor Psikologi Douglas A. Gentile, dari IOWA State University, selama permainan yang diinginkan masih berada dalam batas keamanan dan kenyamanan, maka anak harus diijinkan untuk melakukannya.
Bahkan, membiarkan menikmati permainan itu tanpa harus mengikuti peraturan tertentu.
Orangtua tentu harus mengawasi dan melindunginya dengan seksama. Namun, hanya berperan sebagai “wasit yang bijak” ketika mendampingi anak bermain. “Ikuti saja sifat alamiah anak-anak yang akan menikmati permainan itu selama masih memberikan kesenangan, dan berhenti ketika tidak lagi memberikan kesenangan baginya,” jelasnya.
Selain memperoleh pengalaman dari permainan yang baru saja dinikmatinya, kata Gentile, pola bermain secara “merdeka” akan membentuk perilaku anak yang lebih bijak dan memiliki kemampuan menggunakan logika berpikir dalam memecahkan masalah.
“Ini penting, karena ia akan berhadapan dengan dunia permainan yang semakin kompleks,” sahutnya, seraya menambahkan, anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang menyediakan waktu, ruang dan perangkat permainan, akan mengganggu keseimbangan motorik dan kemampuan intelektualitasnya.
Memang, persoalan mulai timbul ketika anak mulai diperkenalkan pada permainan mengenal teve games, aplikasi games ringan di komputer, play station, dan seterusnya. Pasalnya, semua games elektronik dirancang sedemikan rupa agar anak penasaran dan mengejar nilai tinggi. Kondisi ini, sering membuat anak lupa, bahkan untuk sekadar berhenti sejenak. Sementara, peluang bermain games pada anak semakin terbuka lebar. Selain permainan seperti play station, teve games, hingga beragam perangkat permainan sejenis, hampir setiap rumah tangga juga menyiapkan perangkat komputer di rumah.
Apabila seorang anak mulai kecanduan bermain games, maka perilaku mereka biasanya mulai berubah. Salah satunya, mengacuhkan kewajiban rutin seperti makan, mandi dan lainnya. Mereka cenderung lebih menikmati permainannya di layar monitor. Bahkan, terlalu asik hingga mulai marah dan mengungkapkan berbagai alasan agar tidak meninggalkan keasikannya bermain games. Itulah situasi yang bisa dipastikan akan dialami semua anak yang telah mengenal games elektronik.
Kalau sudah begini, orangtua harus mampu memberikan batasan jam atau waktu dan peraturan-peraturan untuk anak bermain game. Menurut Profesor Gentile, kelamaan di depan televisi atau bermain video game akan menimbulkan risiko anak terkena masalah konsentrasi dan hiperaktif dua kali lebih tinggi.
Karena itulah, usahakan selalu mendampingi dan memberi pengarahan serta penjelasan tentang fitur-fitur pada permainan games yang dimainkannya. Selain itu, tentu saja harus bijak dalam menentukan dan memilih jenis permainan games untuk akan-anak, yang sesuai dengan usia mereka. Misal dengan menyiapkan pilihan games yang memiliki aspek edukasi, moril, dan hiburan. Sehingga keseimbangan yang diperoleh untuk motorik anak dapat terpenuhi. Karena, main game dalam batas wajar dengan pengawasan dan disesuaikan dengan usia anak, akan memberikan nilai positif pada proses tumbuh kembang anak. Hanya saja, harus dimulai dengan memberikan pilihan games yang lebih merangsang keterampilan dan mengutamakan strategi, bukan permainan games yang memiliki aspek kekerasan dan perang-perangan
berbagai hal baru merupakan wahana sekaligus guru yang terbaik. Menurut Profesor Psikologi Douglas A. Gentile, dari IOWA State University, selama permainan yang diinginkan masih berada dalam batas keamanan dan kenyamanan, maka anak harus diijinkan untuk melakukannya.
Bahkan, membiarkan menikmati permainan itu tanpa harus mengikuti peraturan tertentu.
Orangtua tentu harus mengawasi dan melindunginya dengan seksama. Namun, hanya berperan sebagai “wasit yang bijak” ketika mendampingi anak bermain. “Ikuti saja sifat alamiah anak-anak yang akan menikmati permainan itu selama masih memberikan kesenangan, dan berhenti ketika tidak lagi memberikan kesenangan baginya,” jelasnya.
Selain memperoleh pengalaman dari permainan yang baru saja dinikmatinya, kata Gentile, pola bermain secara “merdeka” akan membentuk perilaku anak yang lebih bijak dan memiliki kemampuan menggunakan logika berpikir dalam memecahkan masalah.
“Ini penting, karena ia akan berhadapan dengan dunia permainan yang semakin kompleks,” sahutnya, seraya menambahkan, anak yang tumbuh di lingkungan yang kurang menyediakan waktu, ruang dan perangkat permainan, akan mengganggu keseimbangan motorik dan kemampuan intelektualitasnya.
Memang, persoalan mulai timbul ketika anak mulai diperkenalkan pada permainan mengenal teve games, aplikasi games ringan di komputer, play station, dan seterusnya. Pasalnya, semua games elektronik dirancang sedemikan rupa agar anak penasaran dan mengejar nilai tinggi. Kondisi ini, sering membuat anak lupa, bahkan untuk sekadar berhenti sejenak. Sementara, peluang bermain games pada anak semakin terbuka lebar. Selain permainan seperti play station, teve games, hingga beragam perangkat permainan sejenis, hampir setiap rumah tangga juga menyiapkan perangkat komputer di rumah.
Apabila seorang anak mulai kecanduan bermain games, maka perilaku mereka biasanya mulai berubah. Salah satunya, mengacuhkan kewajiban rutin seperti makan, mandi dan lainnya. Mereka cenderung lebih menikmati permainannya di layar monitor. Bahkan, terlalu asik hingga mulai marah dan mengungkapkan berbagai alasan agar tidak meninggalkan keasikannya bermain games. Itulah situasi yang bisa dipastikan akan dialami semua anak yang telah mengenal games elektronik.
Kalau sudah begini, orangtua harus mampu memberikan batasan jam atau waktu dan peraturan-peraturan untuk anak bermain game. Menurut Profesor Gentile, kelamaan di depan televisi atau bermain video game akan menimbulkan risiko anak terkena masalah konsentrasi dan hiperaktif dua kali lebih tinggi.
Karena itulah, usahakan selalu mendampingi dan memberi pengarahan serta penjelasan tentang fitur-fitur pada permainan games yang dimainkannya. Selain itu, tentu saja harus bijak dalam menentukan dan memilih jenis permainan games untuk akan-anak, yang sesuai dengan usia mereka. Misal dengan menyiapkan pilihan games yang memiliki aspek edukasi, moril, dan hiburan. Sehingga keseimbangan yang diperoleh untuk motorik anak dapat terpenuhi. Karena, main game dalam batas wajar dengan pengawasan dan disesuaikan dengan usia anak, akan memberikan nilai positif pada proses tumbuh kembang anak. Hanya saja, harus dimulai dengan memberikan pilihan games yang lebih merangsang keterampilan dan mengutamakan strategi, bukan permainan games yang memiliki aspek kekerasan dan perang-perangan
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)