Jumat, 16 Januari 2015

Mengembalikan Kualitas Tidur Anak

Buruknya kualitas tidur bisa mengakibatkan anak mengalami kantuk yang berlebihan atau hipersomnia. Saat ini, tersedia laboratorium tidur (Sleep Disorder Clinic) dilengkapi Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) untuk mengembalikan kualitas tidur anak.

Pernah mendengar anak-anak tidur mendengkur? Betul, kelihatannya nampak sepele, bahkan biasa-biasa saja. Orangtua biasanya hanya menganggap dengkuran anak hanyalah ekspresi tidur akibat rasa lelah setelah bermain sepanjang hari. Oops, jangan salah. Karena, tidak tertutup kemungkinan bahwa tidur mendengkur pada anak merupakan tanda tanda terjadinya sleep apnea. “Ya, sleep apnea atau gangguan berupa henti nafas ketika sedang tidur,” ungkap dr. Andreas Prasadja, RPSGT.

Artinya, kata Praktisi Kesehatan Tidur atau juga dikenal sebagai sleep physician, di Rumah Sakit Mitra Kemayoran ini, dengkuran anak ketika sedang tidur sudah sepatutnya diwaspadai. Karena, jika benar terjangkit sleep apnea, bisa dipastikan bakal mengganggu proses tumbuh kembang anak yang akan sangat merugikan masa depannya, kelak.

Pada orang dewasa, gangguan tidur (sleep apnea) dapat mengakibatkan hipertensi, diabetes, dan gangguan jantung hingga stroke. Sedangkan pada anak-anak, akibatnya akan sangat memprihatinkan, karena berpengaruh langsung pada proses tumbuh kembang anak yang tidak maksimal. Bahkan, bisa mempengaruhi tingkat intelegensi (kecerdasan), kreatifitas, dan sulit berkonsentrasi.

Efek dari kualitas tidur yang buruk juga akan mengganggu proses berpikir pada anak. Kemampuan konsentrasi dan analisa menurun drastis dengan pengendalian emosi yang tidak terkontrol. Berat badan berlebih jelas akan memperberat dengkuran anak. Tetapi, suara dengkuran tidak menjadi patokan parahnya suatu penyakit. Henti nafaslah yang perlu diperhatikan. Bahkan, penderita sleep apnea tak selalu gemuk. “Dalam praktik sehari-hari, saya sering menemukan anak pendengkur yang berbadan kurus dan pendek.

Ini merupakan efek dari terganggunya tumbuh kembang anak akibat sleep apnea,“ jelasnya. Yang pasti, kata dr. Andreas, gejala penyakit gangguan tidur mendengkur (obstructive sleep apnea-OSA) pada anak bisa dilihat pada saat anak tertidur. Apakah ia mendengkur, gelisah dan tampak sesak nafas ketika sedang tidur. Di saat anak terjaga, akan terlihat pada munculnya rasa kantuk berlebih di siang hari, bernafas lewat mulut, terjadi pembesaran amandel dan adenoid, hingga menunjukkan gangguan perilaku seperti agresif, hiperaktif dan sulit berkonsentrasi.

Semua fenomena di atas, merupakan dampak dari terganggunya kualitas tidur anak. Yaitu, terjadinya periode henti nafas yang memotong proses tidur, sehingga menurunkan kualitas tidur anak. Kalau sudah begini, cara terbaik untuk mengembalikan kualitas tidur anak adalah membawanya ke Laboratorium Tidur atau Sleep Disorder Clinic RS Mitra Kemayoran, untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tidurnya.

Selain penanganan yang optimal, klinik juga dilengkapi laboratorium yang didukung fasilitas polisomnografi (PSG) berstandar internasional untuk perekaman gelombang listrik otak (EEG), gerakan bola mata (EOG), tegangan otot (EMG), jantung (EKG), dengkuran, gerakan nafas (dada dan perut), aliran udara nafas, gerakan anggota tubuh, posisi tubuh saat tidur, hingga kadar oksigen dalam darah.

Tak hanya itu, pemeriksaan akan dilanjutkan dengan perawatan. Kemungkinan perawatan setelah pemeriksaan tidur meliputi tindakan bedah, pembuatan dental appliances atau penggunaan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP). Namun, perawatan menggunakan CPAP, merupakan salah satu alternatif terapi untuk sleep apnea pada orang dewasa. CPAP merupakan semacam alat yang dihubungkan lewat masker hidung, yang berfungsi meniupkan tekanan positif untuk mengganjal saluran nafas agar tetap terbuka selama tidur.

Terapi dengan alat ini terbukti mampu memperbaiki kadar oksigen dalam darah hingga memperbaiki tekanan darah, kadar gula darah dan kondisi kesehatan jantung. Semua fasilitas itulah yang membuat Sleep Discorder Clinic RS Mitra Kemayoran berbeda dengan klinik lainnya. Setidaknya, fasilitas PSG dari klinik ini mampu memberikan gambaran keseluruhan aktifitas tubuh selama pasien tertidur. PSG akan merekam segala sesuatu yang terjadi mulai dari saat pasien tertidur dan menangkap semua tahapan yang terjadi saat bermimpi, hingga pasien terbangun.

“Jadi, hanya melalui pemeriksaan tidur baru bisa dipastikan adanya henti nafas, dan menentukan derajat serta karakter henti nafas yang dialami sepanjang tidurnya,” ujar dr. Andreas seraya menambahkan, tingkat keparahan gangguan nafas diukur dengan apnea hypopnea index (AHI), yaitu jumlah henti nafas yang terjadi pada setiap jam. “Henti nafas selama sepuluh detik itu normal.

Namun, kejadian henti nafas satu kali per jam pada anak, sudah menunjukkan gangguannafas yang serius, dan perlu diwaspadai,” terang dokter yang pernah menangani henti nafas pada anak yang mencapai 122,5 detik. Karena itulah, pemeriksaan fungsi-fungsi tubuh saat tidur menjadi amat penting untuk mengambil keputusan perawatan selanjutnya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)