Senin, 12 Januari 2015

Penyebab pencetus alergi dan cara terbaik mengatasinya

Ada banyak penyebab yang bisa menimbulkan serangan alergi pada tubuh. Bisa berasal dari makanan, bahan penambah rasa atau pengawet makanan, bahan kimia, stress psikologis, benda/material yang melekat pada tubuh hingga udara dingin, dan lainnya. Bahkan, bisa bersumber dari jenis makanan atau benda yang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya, seperti kerupuk misalnya. Unik memang. Tapi itulah, selain sangat mengganggu, situasi bisa berubah menjengkelkan ketika sumber alergi berhasil menyentuh targetnya (penderita). Pasalnya, dalam sekejap, alergi mampu membuat penderita yang mengalaminya “mati langkah” ketika tubuhnya bereaksi atas serangan gejala alergi.

Bentuknya macam-macam, mulai dari bengkak-bengkak dan gatal pada bibir atau mukosa mulut, urtikaria akut, pruritus, pilek, bersin, pusing, mual, muntah, reaksi kecemasan, sesak nafas (asma) berat sampai pada gatal di sekujur tubuh yang sangat mengganggu.

Memang, tidak semua orang memiliki potensi terkena alergi. Bahkan mereka yang memiliki bawaan alergi pun tak selalu sama antara yang satu dan lainnya. Hanya saja, serangan alergi tidak pernah pandang bulu. Ia bisa menyerang siapa saja, kapan saja dan dimana saja, termasuk anak-anak. Ambil satu contoh, Sinta yang mulai curiga ketika Andi, putranya yang masih berusia 6 tahun, selalu menderita gatal-gatal di sekujur tubuh, justru setelah mandi di pagi hari. Awalnya hanya gatal yang menyebabkan kulit berwarna kemerahan akibat garukan, sehingga ia harus rajin memeriksa dan menggunting kuku jari-jari tangan putranya. Namun, serangan gatal di sekujur tubuh Andi semakin hari semakin parah. Hal itu terlihat dari kulit yang mulai terluka dan mengelupas karena garukan.

Tentu saja, ia tidak mungkin membiarkan putranya menderita akibat serangan penyakit “anehnya” itu. Sinta membawa Andi ke dokter untuk berkonsultasi dan memeriksakan kondisinya. Rupanya, Andi memiliki alergi atau sensitif terhadap salah satu bahan kimia yang terdapat pada sabun mandi. Kesimpulan itu diperoleh setelah dokter mendeteksi penyakit kulit pada Andi melalui berbagai tahapan anamnesa, hingga menelusuri riwayat penyakit pada orang tua/keluarga/kakek-nenek, termasuk riwayat serangan gatalgatal Andi yang senantiasa berulang.

Sejak saat itu, serangan alergi pun mulai berkurang, karena Andi tidak lagi --bahkan dilarang-- menggunakan sembarang sabun mandi, tetapi hanya menggunakan sabun khusus sesuai anjuran dokter. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Andi dapat sembuh total dari penyakit alerginya? Menurut dr. Kishore SpA, di Rumah Sakit Mitra Kemayoran, secara teoritis, alergi memang tidak bisa dihilangkan, bahkan pengobatan yang diterapkan hanyalah dengan menjarangkan frekuensi serangan (kambuh), untuk menurunnya kualitas serangan dan menekan beratnya keluhan. Hanya memang, alergi pada anak-anak yang bersumber pada jenis makanan tertentu, biasanya berangsur-angsur akan menurun seiring bertambahnya usia anak.

Berbeda dengan kasus Andi, satu-satunya solusi penyembuhan baginya adalah sedapat mungkin menghindari zat kimia --seperti terdapat pada sabun mandi— yang merupakan sumber alergen bagi kulit Andi. “Ya, meski bukan berarti sembuh total, Andi termasuk selamat karena sumber alerginya berhasil dideteksi, sehingga ia bisa menghindarinya,” ujar dr. Kishore. Yang pasti, penanganan alergi pada anak memang harus dilakukan secara benar dan berkesinambungan. Pemberian obat terusmenerus bukanlah jalan terbaik.

Yang paling ideal adalah menghindari pencetus yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut. Namun, alergi pada anak yang juga sangat berisiko dan bisa mengganggu proses tumbuh kembang ini sejatinya bisa dideteksi sejak dini. “Risiko dan tanda alergi ini dapat diketahui sejak anak dilahirkan. Bahkan ketika masih berada di dalam kandungan. Jadi, potensi alergi sebenarnya bisa dicegah sejak dini,” ungkapnya. Caranya, sambung dr. Kishore, bisa dimulai dengan menelusuri riwayat penyakit keluarga. Karena salah satu sumber alergi biasanya diperoleh dari faktor keturunan. Bila ada orangtua, keluarga atau kakek nenek yang memiliki sensitifitas tinggi terhadap sesuatu atau menderita alergi, maka ia memiliki potensi menurunkan penyakit alerginya, sesuai garis keluarga (anak cucu).

“Bila hanya salah satu dari orangtua (misalnya ayah) menderita gejala alergi, maka potensi alergi yang mungkin diturunkan kepada anak sekitar 25 persen. Sementara bila kedua orangtua menderita alergi, maka potensi atau risiko alergi yang akan menurun kepada anak akan meningkat, mencapai 60-70 persen,” jelasnya. Selain riwayat keluarga, cara terbaik untuk mencegah serangan alergi adalah menemukan dan menjauhi penyebab atau pencetus potensi alergi pada seseorang. Karena, alergi adalah kumpulan gejala akibat kekebalan tubuh (respon imun) yang berlebihan pada seseorang. “Penyebab atau pencetus alergi bisa ditelusuri melalui beberapa tahapan pemeriksaan,” timpalnya. Pada bayi dan anak-anak, makanan merupakan pencetus utama.

Pada bayi biasanya timbul bercak merah di kulit. Pada orang dewasa, pengaruh makanan sebagai pencetus alergi biasanya semakin berkurang. Menurut hasil penelitian yang pernah dilakukan, 80% serangan alergi disebabkan oleh virus influenza.

Karena itulah, seseorang yang memiliiki potensi menderita penyakit alergi, sebaiknya menerapkan pola hidup sehat, istirahat yang seimbang, disiplin dalam diet yang ditetapkan, serta menciptakan lingkungan dengan zat alergen minimal.

Cara terampuh atau terbaik untuk mengatasi alergi adalah dengan pencegahan. Alergi pada anak bisa dicegah sejak dini melalui pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama 6 bulan atau lebih. ASI mengandung zat gizi lengkap yang dibutuhkan bayi, termasuk protein hypo allergenik, DHA dan probiotik, serta kolostrum yang dapat melindungi bayi dari alergi dan infeksi. Probiotik adalah bakteri hidup yang menguntungkan dan mampu membantu meningkatkan daya tahan tubuh
bayi, serta mengurangi risiko alergi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)