Kamis, 23 Oktober 2014

Pastikan bayi anda tidak tuli dengan tes OAE dan BERA

Ketulian sejak lahir merupakan kecacatan yang tersembunyi. Pada kasus tuli berat, hanya 49% orangtua yang mencurigai kemungkinan adanya gangguan pendengaran tersebut. Dibanding cacat lahir lainnya, ketulian merupakan kecacatan yang paling tinggi angka kejadiannya. Diperkirakan, terdapat 30 bayi lahir dengan ketulianpada setiap 10.000 bayi yang lahir.

Biasanya ciri-ciri bayi atau anak yang menderita gangguan pendengaran adalah, pada saat tidur tidak pernah terbangun, meskipun ada suara atau bunyi keras atau gaduh di sekitarnya. Bahkan bunyi petir sekalipun tidak membuatnya kaget. Gejala ini patut diwaspadai, karena bayi yang baru lahir lazimnya terkejut (mengedipkan mata), menarik kedua tangan dan tungkainya bila ada orang bertepuk tangan pada jarak 30 - 50 cm di samping telinganya.

Periode kritis perkembangan pendengaran dan berbicara dimulai dalam enam bulan pertama kehidupan, dan terus berlanjut sampai usia dua tahun. Anak yang tuli (gangguan pendengaran berat) dan tidak mendapat penanganan yang baik akan sulit mengembangkan kemampuan bicara, sehingga mereka mengalami hambatan berkomunikasi dan pada akhirnya akan menghambat perkembanagan kepribadian, kecerdasan, serta penampilannya sebagai makhluk sosial.

Dampak yang merugikan tersebut dapat dihindari dengan menemukan kasus ketulian sedini mungkin melalui program skrining pendengaran universal pada bayi baru lahir atau universal newborn Hearing screeening (unHs) dengan mengunakan alat oae dan bera. Setelah gangguan pendengaran dapat dideteksi sedini mungkin, intervensi dini pun dapat segera dilakukan, sehingga diperoleh perkembangan bahasa dan komunikasi yang optimal.

Skrining pendengaran sebanyak 50% anak yang mengalami gangguan pendengaran tidak mempunyai faktor risiko, dan hanya 10% dari seluruh bayi yang lahir terdapat faktor risiko gangguan pendengaran. Tanpa program skrining pendengaran, umumnya ketulian sejak lahir terlambat diketahui.

Dua alat skrining pendengaran yang digunakan. 
Alat pertama adalah oae (otoaccoustic emissions), yang akan mengukur respons rumah siput (kokhlea)bayi baru lahir terhadap rangsang suara. Jika hasilnya jelek, skrining ulangan pada saat usia 1 bulan sangat dianjurkan.
Alat kedua disebut bera (brainstem evoked respons audiometri) yang mengukur respons saraf pendengaran yang terletak setelah rumah siput. pemeriksaan dengan kedua alat tersebut sama sekali tidak sakit dantidak berbahaya serta dapat dikerjakan saat bayi tidur.

OAE
Tes OEA ini dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam keadaan bayi tidak menangis. tes ini dilakukan dengan menempatkan probe kecil yang berisi mikrofon dan speaker ke telinga bayi. Tes ini hanya membutuhkan waktu5-15 menit. alat ini akan menunjukkan pada pemeriksa apakah terdapat respons/emisi dan besarnya kekuatanrespons. Jika ada emisi, maka bayi dinyatakan pass (lulus) dan jika tidak dinyatakan refer (gagal). bayiyang dinyatakan pass bisa disimpulkan tidak ada gangguan di kokleanya. namun tidak bisa dinyatakan pasti tidak ada gangguan pendengaran. Hal ini dikarenakan dalam proses mendengar banyak sekali organ yang berperan dalam hantaran suara, mulai dari daun telinga, gendang telinga, tulang pendengaran, koklea, saraf pendengaran,hingga otak sebagai terminal akhir.

BERA
Tes BERA umumnya baru dilakukan ketika bayi berusia 3 bulan atau lebih. Tes bera harus dilakukan dalam keadaan bayi tidur dan membutuhkan waktu lebih lama dibanding tes oae. Prinsip tes ini adalah mencatat perjalanan rangsangansuara yang diberikan, mulai dari telinga luar, telinga tengah, koklea, saraf pendengaran, hingga kebatang otak. tes bera menunjukaan ada atau tidaknya gelombang i-V pada tiap kekerasan suara (desibel) yangdiberikan.

Pada kasus bayi dengan tuli sangat berat, tidak didapatkan gambaran gelombang i-V walaupun diberikan rangsangan sampai 100 desibel. Dengan dilakukannya kedua tes ini pada seluruh bayi, terutama yang mempunyai faktor risiko sebelum usia 6 bulan, diharapkan dapat diketahui sedini mungkin adanya ketulian padabayi. pada akhirnya, Penanganan yang cepat dapat segera dilakukan. semakin terlambat diketahui dan ditangani,ketulian sejak lahir akan berdampak semakin buruk terhadap perkembangan bicara dan bahasa anak. Para orangtua dan juga tenaga medis diharapkan peduli dan memahami pentingnya hal ini.

Dr. Agus Subagio, Sp.THT
Dokter Spesialis THT

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)