Ternyata pasien yang akan pergi berobat sekarang ini sudah pintar-pintar lho :). Mereka umumnya mengintip internet terlebih dahulu, membaca literatur tentang kemungkinan penyakitnya, atau mempelajari testimoni penderita penyakit sejenis. “Di bidang ginekologi, misalnya, rata-rata pasien yang datang sudah mengerti tentang laparoskopi. Bahkan, mereka sebenarnya cenderung memilih laparoskopi dibanding operasi terbuka,” kata dr. Herman Trisdiantono, SpOG.
Hanya saja, Harus diakui, tak sedikit yang kemudian mundur atas pertimbangan biaya. Itulah bedanya Indonesia dengan negara-negara di luar negeri. Padahal, di Vietnam saja, 80% dari kasus-kasus ginekologi sudah ditangani oleh laparoskopi,” ungkap arek Suroboyo, kelahiran 15 Juli 1968 ini.
Di negara-negara Asean, 70%-80% kasus ginekologi telah ditangani dengan laparoskopi. Di Indonesia, meski kecenderungannya sudah mengarah ke sana, tetapi masih banyak kendala untuk diterapkannya laparoskopi terhadap pasien.
Masih seperti kata ayah tiga putra dari hasil pernikahannya dengan Melinda, tahun 1998 ini, ada banyak sekali keuntungan yang diperoleh jika menggunakan laparoskopi. Karena, bisa melaksanakan fungsi diagnostik sekaligus terapi. “Memang, dengan media ultrasonografi (USG) pun sebenarnya bisa kelihatan, misalnya, ketika ada kista di dalam rongga perut (kandungan). Tetapi, dengan laparoskopi kita bisa melihat lebih jelas, apakah ada kista ovarium, perlengketan, kuntir, pecah kista, mioma, hamil di luar kandungan, hingga masalah kesuburan,” jelasnya.
Menurut dokter spesialisas obstetri dan ginekologi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 2003 ini, untuk menemukan masalah terhadap pasangan yang belum punya anak, infertil,itu cenderung dilakukan laparoskopik diagnostik terlebih dahulu. “Kita periksa dulu kondisi kandungannya. Sehingga, kalau ada masalah, bisa segera dilakukan tindakan. Misalnya, ternyata saluran telurnya tersumbat, itu akan kelihatan langsung,” ujarnya seraya mengutip sebuah hasil survai yang menyebutkan bahwa 40% dari kasus ketidaksuburan bermuara pada saluran telur. “Dengan ginekologi dan laparoskopi, kita bisa mengangkat kista dan mioma, atau menangani perlengketan dan penyumbatan di saluran telur, endometriosis, hingga melakukan evaluasi terhadap masalah kesuburan,” jelas ginekologberpenampilan humbleyang mengaku menjalani hidup apa adanya dan menerima saja ini. “Nrimo” kalau kata orang Jawa,” timpalnya, santai.
Hanya saja, Harus diakui, tak sedikit yang kemudian mundur atas pertimbangan biaya. Itulah bedanya Indonesia dengan negara-negara di luar negeri. Padahal, di Vietnam saja, 80% dari kasus-kasus ginekologi sudah ditangani oleh laparoskopi,” ungkap arek Suroboyo, kelahiran 15 Juli 1968 ini.
Di negara-negara Asean, 70%-80% kasus ginekologi telah ditangani dengan laparoskopi. Di Indonesia, meski kecenderungannya sudah mengarah ke sana, tetapi masih banyak kendala untuk diterapkannya laparoskopi terhadap pasien.
Masih seperti kata ayah tiga putra dari hasil pernikahannya dengan Melinda, tahun 1998 ini, ada banyak sekali keuntungan yang diperoleh jika menggunakan laparoskopi. Karena, bisa melaksanakan fungsi diagnostik sekaligus terapi. “Memang, dengan media ultrasonografi (USG) pun sebenarnya bisa kelihatan, misalnya, ketika ada kista di dalam rongga perut (kandungan). Tetapi, dengan laparoskopi kita bisa melihat lebih jelas, apakah ada kista ovarium, perlengketan, kuntir, pecah kista, mioma, hamil di luar kandungan, hingga masalah kesuburan,” jelasnya.
Menurut dokter spesialisas obstetri dan ginekologi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 2003 ini, untuk menemukan masalah terhadap pasangan yang belum punya anak, infertil,itu cenderung dilakukan laparoskopik diagnostik terlebih dahulu. “Kita periksa dulu kondisi kandungannya. Sehingga, kalau ada masalah, bisa segera dilakukan tindakan. Misalnya, ternyata saluran telurnya tersumbat, itu akan kelihatan langsung,” ujarnya seraya mengutip sebuah hasil survai yang menyebutkan bahwa 40% dari kasus ketidaksuburan bermuara pada saluran telur. “Dengan ginekologi dan laparoskopi, kita bisa mengangkat kista dan mioma, atau menangani perlengketan dan penyumbatan di saluran telur, endometriosis, hingga melakukan evaluasi terhadap masalah kesuburan,” jelas ginekologberpenampilan humbleyang mengaku menjalani hidup apa adanya dan menerima saja ini. “Nrimo” kalau kata orang Jawa,” timpalnya, santai.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)