Minggu, 19 Oktober 2014

Kendala Penerapan Laparoskopi di Indonesia

Ternyata pasien yang akan pergi berobat  sekarang ini sudah pintar-pintar lho :).  Mereka umumnya mengintip internet  terlebih dahulu, membaca literatur  tentang kemungkinan penyakitnya, atau mempelajari testimoni penderita penyakit  sejenis. “Di bidang ginekologi, misalnya,  rata-rata pasien yang datang sudah mengerti  tentang laparoskopi. Bahkan, mereka  sebenarnya cenderung memilih laparoskopi  dibanding operasi terbuka,” kata dr. Herman  Trisdiantono, SpOG.

Hanya saja, Harus  diakui, tak sedikit yang kemudian mundur atas  pertimbangan biaya. Itulah bedanya Indonesia  dengan negara-negara di luar negeri. Padahal, di  Vietnam saja, 80% dari kasus-kasus ginekologi  sudah ditangani oleh laparoskopi,” ungkap arek Suroboyo, kelahiran 15 Juli 1968 ini.

Di negara-negara Asean, 70%-80% kasus ginekologi telah  ditangani dengan laparoskopi. Di Indonesia, meski  kecenderungannya sudah mengarah ke sana, tetapi masih banyak  kendala untuk diterapkannya laparoskopi terhadap pasien.

Masih seperti kata ayah tiga putra dari  hasil pernikahannya dengan Melinda, tahun  1998 ini, ada banyak sekali keuntungan yang  diperoleh jika menggunakan laparoskopi.  Karena, bisa melaksanakan fungsi diagnostik  sekaligus terapi. “Memang, dengan media  ultrasonografi (USG) pun sebenarnya bisa  kelihatan, misalnya, ketika ada kista di dalam  rongga perut (kandungan). Tetapi, dengan  laparoskopi kita bisa melihat lebih jelas, apakah  ada kista ovarium, perlengketan, kuntir, pecah  kista, mioma, hamil di luar kandungan, hingga  masalah kesuburan,” jelasnya.

Menurut dokter spesialisas obstetri dan  ginekologi dari Universitas Padjadjaran,  Bandung, tahun 2003 ini, untuk menemukan  masalah terhadap pasangan yang belum  punya anak, infertil,itu cenderung dilakukan  laparoskopik diagnostik terlebih dahulu. “Kita  periksa dulu kondisi kandungannya. Sehingga,  kalau ada masalah, bisa segera dilakukan  tindakan. Misalnya, ternyata saluran telurnya  tersumbat, itu akan kelihatan langsung,”  ujarnya seraya mengutip sebuah hasil survai  yang menyebutkan bahwa 40% dari kasus  ketidaksuburan bermuara pada saluran telur.  “Dengan ginekologi dan laparoskopi,  kita bisa mengangkat kista dan mioma, atau  menangani perlengketan dan penyumbatan di  saluran telur, endometriosis, hingga melakukan  evaluasi terhadap masalah kesuburan,”  jelas ginekologberpenampilan humbleyang  mengaku menjalani hidup apa adanya dan  menerima saja ini. “Nrimo” kalau kata orang  Jawa,” timpalnya, santai.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)