Sabtu, 18 Oktober 2014

Bedah Minimal Invasif : Operasi Nyaman Tanpa Sayatan Besar

Pernahkah Anda membayangkan luka operasi perut  yang sebelumnya meninggalkan  sayatan panjang  sekitar 5-30 cm? Saat  ini, luka operasi bisa dikondisikan menjadi  sangat kecil. Teknik  ini dikenal sebagai bedah minimal invasif.

Pernahkah Anda mengalami keluhan nyeri di daerah ulu hati dan sekitar  pusar? Apakah nyeri tersebut makin  lama makin terasa hebat dan pindah  ke sisi kanan bawah perut? Hati-hati, gejala  tersebut mungkin saja menandakan Anda  terkena radang usus buntu, yang dapat  berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Dulu, ketika ada kelainan di rongga  perut, maka untuk melihat kelainan itu  harus dilakukan operasi. Istilah medisnya  laparotomi. Artinya, untuk melakukan  tindakan operasi, dokter bedah harus  membuat luka sayatan di dinding  perut. “Lukanya besar, di sisi lain luka  paskabedah tersebut mengakibatkan nyeri  berkepanjangan, sehingga pasien harus  istirahat dalam kurun waktu cukup lama.

“Proses itu bisa mengakibatkan trauma pada  pasien,” kata dr. Ferdy Limengka SpB dokter  ahli bedah umum Rumah Sakit Mitra Keluarga  (RSMK) Bekasi dan Bekasi Timur.  Lebih dari itu, produktifitas  pasien terhambat, sementara  luka paskaoperasi meninggalkan  bekas yang tidak bagus. Namun,  kemudian berkembang teknik  yang disebut minimally invasive surgery(bedah minimal invasif).  Salah satunya, dikenal dengan  laparoskopi, suatu teknik  revolusioner untuk melihat  kelainan-kelainan yang terjadi di dalam  rongga perut dan rongga panggul. Dengan  teknik ini, luka operasi yang sebelumnya  mencapai panjang 30 cm bisa menjadi sangat  kecil, cuma 0,5 mm – 1 cm saja.  Secara definisi, laparoskopi adalah teknik  bedah minimal invasif yang menggunakan  gas untuk insulfasi melalui peritoneumdan  alat-alat lain serta insisi minimal dengan  acuan kamera video.  Dalam praktiknya,  ada tiga - empat  perangkat utama  yang disebut trocar –semacam pipa dengan  klep untuk akses kamera  dan alat-alat lain-- untuk  melakukan prosedur bedah  laparoskopi. Melalui trocar inilah alat-alat seperti kamera,  lampu, pisau ultrasonik,  gunting, penjepit dan sebagainya  dimasukkan dan digerak-gerakkan  di dalam tubuh manusia.  Untuk melakukan prosedur bedah  laparoskopi, trocar-trocar tersebut akan  dipasang di atas perut. Trocarpertama di  pusar. Trocarkedua, dipasang kira-kira 2-4  cm dari tulang dada (antara dada dan pusar)  selebar 5-10 mm. Trocarketiga dipasang di pertengahan trocar kedua agak ke sebelah  kanan atau persis di bawah tulang iga selebar  2-3 mm hingga paling lebar 5 mm. Bilamana  diperlukan, akan dipasang trocar keempat di  sebelah kanan bawah, selebar 5 mm. Trocar  pertama merupakan tempat dimasukkannya  kamera yang berfungsi sebagai mata  dokter untuk melihat organ-organ di dalam  tubuh melalui gambar yang disalurkan ke  layar monitor. Sedangkan trocar lainnya  merupakan trocar kerja untuk melakukan  operasi.

Tak jauh berbeda dengan teknik operasi  konvensional (bedah terbuka), pada prosedur  praoperasi laparoskopi pun pasien diharuskan  puasa untuk persiapan prosedur anastesi.  Setelah pasien tertidur, langkah pertama  ialah membuat sayatan kecil di bawah lipatan  pusar sepanjang 10 mm sebagai jalur bagi  jarum veres untuk memasukkan gas CO2.  “Suntikan gas CO2 ke dalam tubuh pasien  ditujukan agar perut pasien membesar  (menggelembung) dan menciptakan ruang  yang lebih luas, sehingga dokter bisa lebih  leluasa melakukan operasi di dalam rongga  perut,” timpal dr. Benny Philippi, spesialis  bedah digestif RSMK Kelapa Gading.

Menurutnya, dengan teknik laparoskopi,  sayatan dibuat seminimal mungkin,  sementara proses penyembuhan di dalam  tubuh dilakukan dengan menggunakan alat  tertentu yang bisa dipantau secara langsung  oleh kamera. “Dengan demikian, banyak  keuntungan yang diperoleh pasien, antara lain  hospitalisasi yang singkat, nyeri minimal, dan  biaya yang sebenarnya menjadi lebih murah,”  terangnya.

Yang pasti, ada banyak sekali keuntungan  dari teknik laparoskopi. Mulai dari  berkurangnya nyeri akibat luka paskaoperasi  hingga sayatan sangat kecil yang sangat  menguntungkan dari sisi kosmetik. Begitu  pula dalam meminimalisasi pendarahan dan  risiko infeksi hingga masa penyembuhan  yang jauh lebih singkat dibanding operasi  bedah terbuka (konvensional).  Memang, biaya yang dibutuhkan untuk  operasi dengan teknik laparoskopi ini  memang terkesan lebih mahal dibandingkan  dengan teknik open surgery. “Namun  dengan pertimbangan masa perawatan  lebih singkat, artinya pasien tidak perlu  membayar biaya perawatan dan pengobatan  yang lebih panjang. Bahkan, bisa segera  kembali produktif,” ujar dr. Ferdy, seraya  menambahkan, sayangnya, tidak semua ahli  bedah dapat menerapkan teknik laparoskopi  kepada pasiennya. Teknik ini, hanya dapat  dilakukan oleh dokter bedah yang sudah  memiliki kompetensi untuk melakukan  tindakan bedah laparoskopi.

Di samping itu, tentu saja teknik laparoskopi  juga mempunyai kelemahan. Salah satunya  ialah, trocar yang terlalu halus. Ketika organ  operasi sudah terlanjur bengkak terkena infeksi  hebat, atau ada perlengketan misalnya, maka  prosedur laparoskopi tidak bisa dilakukan.  “Artinya, harus dilakukan open surgery,  demi keselamatan pasien,” jelasnya. Selain  itu, lanjutnya, laparoskopi juga tidak mugkin  dilakukan terhadap pasien yang memiliki  gangguan nafas, seperti asma atau gangguan  jantung. Pasalnya, ketika gas CO2 menyebar di  ronga perut, tekanan gas juga akan mendesak  ke rongga paru-paru, sehingga dikhawatirkan  bakal mengganggu pernafasan. Untuk  pasien seperti ini, anastesi pun tidak akan  menganjurkan.

Nah, smoga kedepan ada tehnologi kedokteran yang lebih canggih dari bedah minimal invasif, biar tidak sakit sama sekali :)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)