Pernahkah Anda membayangkan luka operasi perut yang sebelumnya meninggalkan sayatan panjang sekitar 5-30 cm? Saat ini, luka operasi bisa dikondisikan menjadi sangat kecil. Teknik ini dikenal sebagai bedah minimal invasif.
Pernahkah Anda mengalami keluhan nyeri di daerah ulu hati dan sekitar pusar? Apakah nyeri tersebut makin lama makin terasa hebat dan pindah ke sisi kanan bawah perut? Hati-hati, gejala tersebut mungkin saja menandakan Anda terkena radang usus buntu, yang dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Dulu, ketika ada kelainan di rongga perut, maka untuk melihat kelainan itu harus dilakukan operasi. Istilah medisnya laparotomi. Artinya, untuk melakukan tindakan operasi, dokter bedah harus membuat luka sayatan di dinding perut. “Lukanya besar, di sisi lain luka paskabedah tersebut mengakibatkan nyeri berkepanjangan, sehingga pasien harus istirahat dalam kurun waktu cukup lama.
“Proses itu bisa mengakibatkan trauma pada pasien,” kata dr. Ferdy Limengka SpB dokter ahli bedah umum Rumah Sakit Mitra Keluarga (RSMK) Bekasi dan Bekasi Timur. Lebih dari itu, produktifitas pasien terhambat, sementara luka paskaoperasi meninggalkan bekas yang tidak bagus. Namun, kemudian berkembang teknik yang disebut minimally invasive surgery(bedah minimal invasif). Salah satunya, dikenal dengan laparoskopi, suatu teknik revolusioner untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi di dalam rongga perut dan rongga panggul. Dengan teknik ini, luka operasi yang sebelumnya mencapai panjang 30 cm bisa menjadi sangat kecil, cuma 0,5 mm – 1 cm saja. Secara definisi, laparoskopi adalah teknik bedah minimal invasif yang menggunakan gas untuk insulfasi melalui peritoneumdan alat-alat lain serta insisi minimal dengan acuan kamera video. Dalam praktiknya, ada tiga - empat perangkat utama yang disebut trocar –semacam pipa dengan klep untuk akses kamera dan alat-alat lain-- untuk melakukan prosedur bedah laparoskopi. Melalui trocar inilah alat-alat seperti kamera, lampu, pisau ultrasonik, gunting, penjepit dan sebagainya dimasukkan dan digerak-gerakkan di dalam tubuh manusia. Untuk melakukan prosedur bedah laparoskopi, trocar-trocar tersebut akan dipasang di atas perut. Trocarpertama di pusar. Trocarkedua, dipasang kira-kira 2-4 cm dari tulang dada (antara dada dan pusar) selebar 5-10 mm. Trocarketiga dipasang di pertengahan trocar kedua agak ke sebelah kanan atau persis di bawah tulang iga selebar 2-3 mm hingga paling lebar 5 mm. Bilamana diperlukan, akan dipasang trocar keempat di sebelah kanan bawah, selebar 5 mm. Trocar pertama merupakan tempat dimasukkannya kamera yang berfungsi sebagai mata dokter untuk melihat organ-organ di dalam tubuh melalui gambar yang disalurkan ke layar monitor. Sedangkan trocar lainnya merupakan trocar kerja untuk melakukan operasi.
Tak jauh berbeda dengan teknik operasi konvensional (bedah terbuka), pada prosedur praoperasi laparoskopi pun pasien diharuskan puasa untuk persiapan prosedur anastesi. Setelah pasien tertidur, langkah pertama ialah membuat sayatan kecil di bawah lipatan pusar sepanjang 10 mm sebagai jalur bagi jarum veres untuk memasukkan gas CO2. “Suntikan gas CO2 ke dalam tubuh pasien ditujukan agar perut pasien membesar (menggelembung) dan menciptakan ruang yang lebih luas, sehingga dokter bisa lebih leluasa melakukan operasi di dalam rongga perut,” timpal dr. Benny Philippi, spesialis bedah digestif RSMK Kelapa Gading.
Menurutnya, dengan teknik laparoskopi, sayatan dibuat seminimal mungkin, sementara proses penyembuhan di dalam tubuh dilakukan dengan menggunakan alat tertentu yang bisa dipantau secara langsung oleh kamera. “Dengan demikian, banyak keuntungan yang diperoleh pasien, antara lain hospitalisasi yang singkat, nyeri minimal, dan biaya yang sebenarnya menjadi lebih murah,” terangnya.
Yang pasti, ada banyak sekali keuntungan dari teknik laparoskopi. Mulai dari berkurangnya nyeri akibat luka paskaoperasi hingga sayatan sangat kecil yang sangat menguntungkan dari sisi kosmetik. Begitu pula dalam meminimalisasi pendarahan dan risiko infeksi hingga masa penyembuhan yang jauh lebih singkat dibanding operasi bedah terbuka (konvensional). Memang, biaya yang dibutuhkan untuk operasi dengan teknik laparoskopi ini memang terkesan lebih mahal dibandingkan dengan teknik open surgery. “Namun dengan pertimbangan masa perawatan lebih singkat, artinya pasien tidak perlu membayar biaya perawatan dan pengobatan yang lebih panjang. Bahkan, bisa segera kembali produktif,” ujar dr. Ferdy, seraya menambahkan, sayangnya, tidak semua ahli bedah dapat menerapkan teknik laparoskopi kepada pasiennya. Teknik ini, hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah yang sudah memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan bedah laparoskopi.
Di samping itu, tentu saja teknik laparoskopi juga mempunyai kelemahan. Salah satunya ialah, trocar yang terlalu halus. Ketika organ operasi sudah terlanjur bengkak terkena infeksi hebat, atau ada perlengketan misalnya, maka prosedur laparoskopi tidak bisa dilakukan. “Artinya, harus dilakukan open surgery, demi keselamatan pasien,” jelasnya. Selain itu, lanjutnya, laparoskopi juga tidak mugkin dilakukan terhadap pasien yang memiliki gangguan nafas, seperti asma atau gangguan jantung. Pasalnya, ketika gas CO2 menyebar di ronga perut, tekanan gas juga akan mendesak ke rongga paru-paru, sehingga dikhawatirkan bakal mengganggu pernafasan. Untuk pasien seperti ini, anastesi pun tidak akan menganjurkan.
Nah, smoga kedepan ada tehnologi kedokteran yang lebih canggih dari bedah minimal invasif, biar tidak sakit sama sekali :)
Pernahkah Anda mengalami keluhan nyeri di daerah ulu hati dan sekitar pusar? Apakah nyeri tersebut makin lama makin terasa hebat dan pindah ke sisi kanan bawah perut? Hati-hati, gejala tersebut mungkin saja menandakan Anda terkena radang usus buntu, yang dapat berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Dulu, ketika ada kelainan di rongga perut, maka untuk melihat kelainan itu harus dilakukan operasi. Istilah medisnya laparotomi. Artinya, untuk melakukan tindakan operasi, dokter bedah harus membuat luka sayatan di dinding perut. “Lukanya besar, di sisi lain luka paskabedah tersebut mengakibatkan nyeri berkepanjangan, sehingga pasien harus istirahat dalam kurun waktu cukup lama.
“Proses itu bisa mengakibatkan trauma pada pasien,” kata dr. Ferdy Limengka SpB dokter ahli bedah umum Rumah Sakit Mitra Keluarga (RSMK) Bekasi dan Bekasi Timur. Lebih dari itu, produktifitas pasien terhambat, sementara luka paskaoperasi meninggalkan bekas yang tidak bagus. Namun, kemudian berkembang teknik yang disebut minimally invasive surgery(bedah minimal invasif). Salah satunya, dikenal dengan laparoskopi, suatu teknik revolusioner untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi di dalam rongga perut dan rongga panggul. Dengan teknik ini, luka operasi yang sebelumnya mencapai panjang 30 cm bisa menjadi sangat kecil, cuma 0,5 mm – 1 cm saja. Secara definisi, laparoskopi adalah teknik bedah minimal invasif yang menggunakan gas untuk insulfasi melalui peritoneumdan alat-alat lain serta insisi minimal dengan acuan kamera video. Dalam praktiknya, ada tiga - empat perangkat utama yang disebut trocar –semacam pipa dengan klep untuk akses kamera dan alat-alat lain-- untuk melakukan prosedur bedah laparoskopi. Melalui trocar inilah alat-alat seperti kamera, lampu, pisau ultrasonik, gunting, penjepit dan sebagainya dimasukkan dan digerak-gerakkan di dalam tubuh manusia. Untuk melakukan prosedur bedah laparoskopi, trocar-trocar tersebut akan dipasang di atas perut. Trocarpertama di pusar. Trocarkedua, dipasang kira-kira 2-4 cm dari tulang dada (antara dada dan pusar) selebar 5-10 mm. Trocarketiga dipasang di pertengahan trocar kedua agak ke sebelah kanan atau persis di bawah tulang iga selebar 2-3 mm hingga paling lebar 5 mm. Bilamana diperlukan, akan dipasang trocar keempat di sebelah kanan bawah, selebar 5 mm. Trocar pertama merupakan tempat dimasukkannya kamera yang berfungsi sebagai mata dokter untuk melihat organ-organ di dalam tubuh melalui gambar yang disalurkan ke layar monitor. Sedangkan trocar lainnya merupakan trocar kerja untuk melakukan operasi.
Tak jauh berbeda dengan teknik operasi konvensional (bedah terbuka), pada prosedur praoperasi laparoskopi pun pasien diharuskan puasa untuk persiapan prosedur anastesi. Setelah pasien tertidur, langkah pertama ialah membuat sayatan kecil di bawah lipatan pusar sepanjang 10 mm sebagai jalur bagi jarum veres untuk memasukkan gas CO2. “Suntikan gas CO2 ke dalam tubuh pasien ditujukan agar perut pasien membesar (menggelembung) dan menciptakan ruang yang lebih luas, sehingga dokter bisa lebih leluasa melakukan operasi di dalam rongga perut,” timpal dr. Benny Philippi, spesialis bedah digestif RSMK Kelapa Gading.
Menurutnya, dengan teknik laparoskopi, sayatan dibuat seminimal mungkin, sementara proses penyembuhan di dalam tubuh dilakukan dengan menggunakan alat tertentu yang bisa dipantau secara langsung oleh kamera. “Dengan demikian, banyak keuntungan yang diperoleh pasien, antara lain hospitalisasi yang singkat, nyeri minimal, dan biaya yang sebenarnya menjadi lebih murah,” terangnya.
Yang pasti, ada banyak sekali keuntungan dari teknik laparoskopi. Mulai dari berkurangnya nyeri akibat luka paskaoperasi hingga sayatan sangat kecil yang sangat menguntungkan dari sisi kosmetik. Begitu pula dalam meminimalisasi pendarahan dan risiko infeksi hingga masa penyembuhan yang jauh lebih singkat dibanding operasi bedah terbuka (konvensional). Memang, biaya yang dibutuhkan untuk operasi dengan teknik laparoskopi ini memang terkesan lebih mahal dibandingkan dengan teknik open surgery. “Namun dengan pertimbangan masa perawatan lebih singkat, artinya pasien tidak perlu membayar biaya perawatan dan pengobatan yang lebih panjang. Bahkan, bisa segera kembali produktif,” ujar dr. Ferdy, seraya menambahkan, sayangnya, tidak semua ahli bedah dapat menerapkan teknik laparoskopi kepada pasiennya. Teknik ini, hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah yang sudah memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan bedah laparoskopi.
Di samping itu, tentu saja teknik laparoskopi juga mempunyai kelemahan. Salah satunya ialah, trocar yang terlalu halus. Ketika organ operasi sudah terlanjur bengkak terkena infeksi hebat, atau ada perlengketan misalnya, maka prosedur laparoskopi tidak bisa dilakukan. “Artinya, harus dilakukan open surgery, demi keselamatan pasien,” jelasnya. Selain itu, lanjutnya, laparoskopi juga tidak mugkin dilakukan terhadap pasien yang memiliki gangguan nafas, seperti asma atau gangguan jantung. Pasalnya, ketika gas CO2 menyebar di ronga perut, tekanan gas juga akan mendesak ke rongga paru-paru, sehingga dikhawatirkan bakal mengganggu pernafasan. Untuk pasien seperti ini, anastesi pun tidak akan menganjurkan.
Nah, smoga kedepan ada tehnologi kedokteran yang lebih canggih dari bedah minimal invasif, biar tidak sakit sama sekali :)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih sudah meluangkan waktu anda untuk memberikan komentar :)